Kamis, 27 April 2017

Korelasi Antara Teori Sosiologi dan Komunikasi

Korelasi saling mendukung antara ilmu sosiologi dan ilmu komunikasi. Hal tersebut terjadi karena sosiologi itu adalah landasan ilmu komunikasi. Sebagaimana kita ketahui bahwa pembentukan kelompok yang terjadi melalui proses interkasi sosial, pembentukan masyarakat pun terjadi melalui proses interaksi antarkelompok. Proses pembentukan interaksi kelompok dan masyarakat luas itu terjadi melalui komunikasi. Komunikasi itulah yang menghasilkan interkasi sosial dan memungkinkan adanya kontak sosial. Pada kenyataannya bahwa yang menjadi perhatian komunikasi juga menjadi perhatian sosiologi. Hal ini terjadi karena ranah sosiologi komunikasi adalah kajian sosiologi dan kajian komunikasi seperti individu, kelompok, masyarakat, dunia dan interaksinya.
Efek media memiliki ruang bahasan yang luas terhadap konsekuensinya pada proses-proses sosial, menyangkut individu, kelompok, masyarakat maupun dunia, termasuk aspek-aspek yang merusak seperti kekerasan, pelecehan, penghinaan, bahkan sampai pada masalah-masalah kriminal. Pengaruh efek media juga ikut life style dan kelahiran norma sosial baru di masyarakat terutama pada masyarakat kosmopolitan, sekuler, cerdas, professional, materialis, hedonis serta perkembangan telematika tidak saja memasuki ranah sosial, namun juga memasuki ranah hukum dan bisnis.
Teori Sosiologi Positivis - Auguste Comte (1798-1857) mengembangkan pandangan ilmiahnya yakni positivisme atau filsafat sosial untuk menandingi pemikiran yang dianggap filsafat negatif dan destruktif. Positivisme mengklaim telah membangun teori-teori ilmiah tentang masyarakat melalui pengamatan dan percobaan yang kemudian mendemonstrasikan hukum-hukum perkembangan sosial. Aliran positivis percaya dengan kesatuan metode ilmiah akan mampu mengukur secara objektif mengenai struktur sosial. Ilmu baru ini akhirnya menjadi ilmu dominan yang mempelajari struktur sosial dan dinamika sosial (perubahan sosial).
Teori Agenda Setting - Agenda-setting diperkenalkan oleh McCombs dan DL Shaw (1972). Asumsi teori ini adalah bahwa jika media memberi tekanan pada suatu peristiwa, maka media itu akan mempengaruhi khalayak untuk menganggapnya penting. Jadi apa yang dianggap penting media, maka penting juga bagi masyarakat. Dalam hal ini media diasumsikan memiliki efek yang sangat kuat, terutama karena asumsi ini berkaitan dengan proses belajar bukan dengan perubahan sikap dan pendapat.
Dalam teori agenda setting saat ini masyarakat begitu dipermainkan oleh media. Bahkan pemerintahpun seakan tunduk pada media, hal itu dikarenakan efek media yang ditimbulkan membuat pemerintah tak dapat berkutik. Dalam dunia jurnalis pemerintah telah memegang beberapa reporter dan wartawan untuk memberitakan hal yang baik saja. Apalagi dalam politik, partai tertentu telah meminta pada wartawan untuk menyorot isu atau peristiwa yang sekiranya memguntungkan namun harus dibumbui dengan sesuatu.
Seperti pada teori sosiologi positivis, Comte percaya bahwa pendekatan ilmiah untuk memahami masyarakat akan membawa pada kemajuan kehidupan sosial yang lebih baik. Dengan demikian, melalui sosiologi diharapkan mampu mempercepat positivisme yang membawa ketertiban pada kehidupan sosial. Mungkin pemerintah membungkam wartawan untuk tidak menguak kejahatan (korupsi misalnya) yang telah dilakukan karena hal tersebut bertujuan agar pemerintahannya supaya terdengar baik-baik saja. Pemerintah tidak ingin membuat kepercayaan yang telah dibangun di masyarakat menjadi hancur, karena pencitraan itu penting. Tak ubahnya seorang pejabat yang mempertahankan kekuasaan, meskipun ia sudah melakukan berbagai macam pelanggaran namun ia akan  tetap bersikeras untuk bisa pada posisi meskipun telah diujung tanduk.
Kedua teori tersebut menjelaskan bahwa untuk menuju kehidupan sosial yang lebih baik haruslah ada perencanaan yang matang sebelum informasi buruk menyebar. Meski harus dengan pembohongan publik namun hal itu memilki tujuan baik. Persoalan tersebut sudah viral dikalangan masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar